"Pa, aku berani kaan tadi"
"Iya, berani.... hebat hebat..."
"Papa nggak berani ya?"
"Kok gitu? Papa berani laah..."
"Kalo papa berani, kok tadi papa nggak dicabut?"
"......."
Osa, is Osa!
Kamis, 11 Juli 2013
Jumat, 31 Mei 2013
Selasa, 21 Mei 2013
PERPUS
Sudah 10 menit di sini.
Saya ada di suatu tempat yang bernama perpus -perpustakaan, yah semua
mahasiswa dan siswa memang sering ke sana
dan "menghabiskan" waktu. Begitu pula denganku, dengan sebuah
perangkat komputer jinjing –laptop, berusaha menuliskan kata demi kata menjadi
serangkaian kalimat yang ilmiah. Jujur saja, hal ini susah dilakukan karena
bukan hanya kalimat itu harus ilmiah, tapi juga beban yang terus menerus ada di
pundak ini semakin berat. Ah jadi ingin main tebak-tebakan: tulisan apa yang
harus ilmiah dan memberikan beban tersendiri pada penulisnya? ada yang tahu?
hahaha, itulah SKRIPSI.
Sekarang sudah sekitar 15 menit.
Langit yang tadinya mendung, akhirnya tak kuasa meneteskan air hujannya
membasahi bumi, membasahi kampus kami, membasahi bagian luar dari perpustakaan
ini. Ah cuaca yang begini membuat suasana perpus yang dilengkapi dengan AC ini
menjadi semakin sejuk dan ke arah dingin. Dinginnya hawa di dalam
perpus dipadu dengan suara rintikan air hujan ini membuat sensor mengantuk di
otak ini menyala. Haha, singkatnya, saya mengantuk. Entah kenapa sensasi
hujan dan dingin ini selalu berhasil membuat kantuk pada banyak orang.. Ah
hujan, hujan ini menghalangi cerahnya mentari di siang hari. Sebagai informasi
sekarang sedang pukul 13.02 WIO (Waktu Indonesia Osa), tidak boleh ada yang
protes, ini waktu yang ada di laptop saya dan
terserah saya mau lebih atau kurang satu, dua, tiga, lima, sepuluh, bahkan lima
belas menit dari jam lain –kecuali jam dosen pembimbing, asal tau saja, telat
dari dosen itu taruhannya simpel saja: SKRIPSI.
Sudah 30 menit.
Cukup terasa 30 menit ini lumayan lama, koneksi internet yang tidak
kunjung tersambung dengan lapto membuat waktu ini terasa lama: tidak bisa
download jurnal, buka email, buka facebook, main pottermore dan aktivitas penuh
koneksi lainnya. Huft, seandainya saja bisa langsung tersambung....ah jangan,
yang ada aku lupa lagi dengan beberapa to do list untuk hari ini karena teralalu asyik dengan
perangkat paling canggih yang ada di rumahku ini (jangan protes, laptop memang
yang tercanggih -saya tidak mengenal tablet dan smart TV di rumah).
Ah sudahi saja 30 menit aneh ini, saatnya bergegas dan meninggalkan
perpustakaan dan mulai dengan kehidupan nyata di luar sana...
Kehidupan nyata itu sungguh sesak, sesak
dengan pikiran-pikiran manusia yang saling berdebat dan bersaing, sesak dengan
kenyataan yang tidak semulus harapan, dan sesak oleh cinta yang tak kuasa
memuntahkan tinta pahitnya.
Kamis, 16 Mei 2013
Lihatlah bahwa bintang itu bersinar pada waktunya
Lihatlah bahwa bintang itu bersinar pada waktunya.
Bahwa cahayanya membawa keindahan malam pada ruang angan manusia.
Bintang itu tidak sendiri untuk jadi indah, perlu kegelapan malam dan berjuta bintang lain di langit.
Itu lah yang membuat sulit memahami akan indahnya bintang terselip di antara gelapnya malam,
bersinar namun tampak malu-malu, mengapa cahayanya tidak sekuat matahari?
Pada pundak malam bintang hanya tersenyum, "aku memang bukan matahari, yang selalu menyinari cerahnya pagi dan siang hari. aku bintang dengan cahayaku, bersama-sama dengan bintang lain aku membuat indahnya malam gelap."
Waktunya terlalu singkat untuk mehami bintang di malam ini... bercahayalah bintang, jangan paksakan dirimu untuk bersinar...
Bahwa cahayanya membawa keindahan malam pada ruang angan manusia.
Bintang itu tidak sendiri untuk jadi indah, perlu kegelapan malam dan berjuta bintang lain di langit.
Itu lah yang membuat sulit memahami akan indahnya bintang terselip di antara gelapnya malam,
bersinar namun tampak malu-malu, mengapa cahayanya tidak sekuat matahari?
Pada pundak malam bintang hanya tersenyum, "aku memang bukan matahari, yang selalu menyinari cerahnya pagi dan siang hari. aku bintang dengan cahayaku, bersama-sama dengan bintang lain aku membuat indahnya malam gelap."
Waktunya terlalu singkat untuk mehami bintang di malam ini... bercahayalah bintang, jangan paksakan dirimu untuk bersinar...
Jumat, 05 April 2013
Education vs Creativiy
Sekilas, tadi sempet ngeliat video tentang kreativitas.
Creativity vs. Education
Nah, menurut ahli yang berbicara itu, kalo sebenarnya sekolah (education) dengan sistemnya yg sedemikian, bisa menghambat kreativitas seorang anak. Masalahnya adalah, Sang Pembicara berasal dari Inggris, dimana mungkin saja sistem pendidikannya jauuuh lebih baik dari Indonesia -terlebih jika dilihat dari umur negara dan "seattle"nya negara itu dibanding negara kita.
Yang bisa saya ambil di sini adalah, jika memang negara Inggris, masih saja mempertanyakan sistem pendidikan mereka, maka bagaimana dengan Indonesia? Sejenak setelah saya dengar bagian awalnya saja saya langsung sedikit pesimis dengan sistem pendidikan di negara kita. Lha yang wong Inggris saja masih protes dengan sistem pendidikan mereka je, hanjuk kita gimana?
Saya bukan tidak percaya dengan ahli pendidikan kita atau lebih memuja sistem pendidikan luar negeri -saya adalah hasil didikan full di Indonesia dan saya hanya bersekolah swasta saat SD, sisanya, SMP dan SMA saya bersekolah di sekolah negeri- saya bahkan belum jelas tau bagaimana sistem pendidikan di luar sana. Sebagai orang awam, saya hanya bisa katakan bahwa saya justru bersyukur bahwa sebenarnya perbaikan kurikulim di Indonesia yang cukup sering terjadi -hampir 5 tahun sekali- tersebut banyak tujuan baiknya. Dulu, sebagai seorang siswa saya sangat kesal kenapa harus gonta-ganti kurikulum. Jawabannya baru bisa saya pahami sekarang, saat saya duduk di tahun keempat strata sarjana: Ini untuk perbaikan sistem, agar siswa bisa terasa kreativitasnya, bukan hanya dicekoki saja dengan pelajaran-pelajaran yang ada, namun bisa menjadi lebih kreatif dengan "mencari jawabannya" sendiri. Nah, masalahnya memang, apakah anak SD kelas 1 sudah bisa diajak seperti itu? Entahlah, biarlah mereka yang lebih tahu menjawab pertanyaan itu.
Nah, kembali pada education vs. creativity , saya sih sebenarnya belum bisa menentukan apakah saya cukup setuju atau tidak setuju dengan pernyataan itu....
Aduh berat nih ngomong soal sistem dan segala hal tentang nyaa...
Tapi, apakah kita terus menentang dan tiak mengikuti sistemnya? ya nggak mungkin. Yasudahlah... Hahaha
Creativity vs. Education
Nah, menurut ahli yang berbicara itu, kalo sebenarnya sekolah (education) dengan sistemnya yg sedemikian, bisa menghambat kreativitas seorang anak. Masalahnya adalah, Sang Pembicara berasal dari Inggris, dimana mungkin saja sistem pendidikannya jauuuh lebih baik dari Indonesia -terlebih jika dilihat dari umur negara dan "seattle"nya negara itu dibanding negara kita.
Yang bisa saya ambil di sini adalah, jika memang negara Inggris, masih saja mempertanyakan sistem pendidikan mereka, maka bagaimana dengan Indonesia? Sejenak setelah saya dengar bagian awalnya saja saya langsung sedikit pesimis dengan sistem pendidikan di negara kita. Lha yang wong Inggris saja masih protes dengan sistem pendidikan mereka je, hanjuk kita gimana?
Saya bukan tidak percaya dengan ahli pendidikan kita atau lebih memuja sistem pendidikan luar negeri -saya adalah hasil didikan full di Indonesia dan saya hanya bersekolah swasta saat SD, sisanya, SMP dan SMA saya bersekolah di sekolah negeri- saya bahkan belum jelas tau bagaimana sistem pendidikan di luar sana. Sebagai orang awam, saya hanya bisa katakan bahwa saya justru bersyukur bahwa sebenarnya perbaikan kurikulim di Indonesia yang cukup sering terjadi -hampir 5 tahun sekali- tersebut banyak tujuan baiknya. Dulu, sebagai seorang siswa saya sangat kesal kenapa harus gonta-ganti kurikulum. Jawabannya baru bisa saya pahami sekarang, saat saya duduk di tahun keempat strata sarjana: Ini untuk perbaikan sistem, agar siswa bisa terasa kreativitasnya, bukan hanya dicekoki saja dengan pelajaran-pelajaran yang ada, namun bisa menjadi lebih kreatif dengan "mencari jawabannya" sendiri. Nah, masalahnya memang, apakah anak SD kelas 1 sudah bisa diajak seperti itu? Entahlah, biarlah mereka yang lebih tahu menjawab pertanyaan itu.
Nah, kembali pada education vs. creativity , saya sih sebenarnya belum bisa menentukan apakah saya cukup setuju atau tidak setuju dengan pernyataan itu....
Aduh berat nih ngomong soal sistem dan segala hal tentang nyaa...
Tapi, apakah kita terus menentang dan tiak mengikuti sistemnya? ya nggak mungkin. Yasudahlah... Hahaha
Senin, 25 Maret 2013
Saya dan tempat Les-Lesan
Saya diminta "berkarya" saat les :D . Jadi ceritanya saya
-sekali lagi- les sendirian aja. Yah, bersama bule itu. Bukan, bukan Ali. Ali
sih lagi liburan, ke Lombok dan minggu depan baru pulang. Tadi les nya sama
guru baru yang namanya David -entah spelling nya bener apa nggak. Kata Ali sih,
David itu temennya, sama-sama dari South Africa. Umurnya sih kayaknya seumuran,
tapi lebih "hore" dikit sih dari Ali. Ali sih udah jadi Bapak, kalo
si David kayaknya sih masih hore horean aja orangnya. hahahaa. (FYI, Ali -yang
tanggal ultahnya sama kayak aku itu #hanjuk - umurnya baru 24 tahun tapi sudah
dikaruniai satu orang anak, baby boy, lucuu :3 )
Dan berikut ini saya lampirkan berkas cerita yang saya tulis. Maaf ya
kalo agak jayus dan ini bukan curhat loh, cuma tetiba kepikiran aja
gitu. Ini sudah dengan hasil koreksian si David. Asiknya David adalah, dia
nggak cuma ngeliat grammar nya saja, tapi dia juga bener-bener meng-enjoy-kan
diri dengan ceritanya. Kebayarlah ya paling nggak susah payahnya nyari ide
cerita wkwkwkwk. Kalo Ali, dia paling cuma senyum senyum simpul terus
menari-narikan bolpennya di atas tulisanku. Coreet sana coreeet sini, banyak
salah lalala. David, dia bahkan ga nyadar saya salah nulis "thought"
jadi "tought", "curious" jadi "courious", dan
beberapa salah spelling lainnya :D -tapi jelas dong udah saya ganti jadi yang
bener *evil lough* . Tapi grammarnya tetep sih, dikoreksiin. Yess laaah.
Selamat menikmatii... :D
Brain Wound
Once upon a time, there was a girl who lived in a small town, the girl's
name was Fafa. Fafa always curious about animal's brain. she was a very smart
girl so she got a chance to study in a university in the city.
In the university, Fafa met Alya, who was an univeristy's chief daughter
. Their friendship was so good -they almost spent every minute together. What
made their friendship longlasting was their interest in science and laboratory
work. They always loved to have mini-research and also loved research week in
the university -which was hated by other students.
They did not only loved to do research, but also crazy experiments. They
designed a mad experiment that they called "brain changing research".
They proposed that to their lecturer, but the lecturer told them that they were
crazy and mad. "Do you really want to do this? Oh My God, bless them. Go
to the Dean office after lauch!" They felt so desperate and miserable to
hear that.
"You have to go to councelling all day next week. You both. Don't
miss it!" The Dean told them. They obeyed the rules and came to the every
session of councelling. They didn't want to get in more trouble. Although, they still thought about their
experiment anyway.
"Do you still want to continue our eperiment?" Alya asked
Fafa. "Uhm, I do. But how? The entire college knows about our crazy
plan". "Don't worry, I've the research lab room key, I've stolen from
my Dad. But don't tell anyone please." With the key, they did their
research every night silently.
It took three months to finish designing the tools to increase the
intellegence of animals. They called it "Brain Wound". "Finally,
our dream comes true, Alya!" Fafa said, almost shouting. "Pssst, keep
silent! Yes, finally. We will try that, huh?". Alya responded. "Next
Sunday, we will go to the zoo and try this".
It was a sunny Sunday morning, many people went to the zoo. Fafa and
Alya decided to go to the turtle area. In that area, less people came because
they thought that it was boring. "Okay, this is the time. Shoot!"
Alya shouted and a second after Fafa shot a small turtle. BOOOOOMM!!! There was
a huge explossion. Because the area of the zoo was so big, no one could hear
that explossion clearly. But, they felt sad and miserable because the small
turtle was not moving anymore. They thought that it had died. They took the
turtle outside of the zoo and burried it in the university backyard.
Hundred years after the incident, on a sunny Sunday people close to
university were shocked because there was a turtle that could speak and thought
like humans.
Lalalaaa~ Sekian dulu mungkin yaaa..
Satu pesan saya, enjoy your RESEARCH, especially one that you must to,
not ought to. #pffft
Jumat, 22 Maret 2013
Yogyakarta, 21 Maret 2013, pukul 23.01
Yah, udah malem hampir tengah malem,
malem ini lumayan panjang dengan segala kekacauan yang aku buat sendiri,
selama berabad-abad rasanya aku masih bisa appropriately menaruh semua
pada tempatnya..
...yang baru aja aku tumpahin gitu aja.
Semacam rak buku yang kecil, dicoba buat diisi banyak buku:
Awalnya masih rapi, muat, semua buku tersusun pada tempatnya
masing-masing,
bahkan masih bisa diurutkan lewat abjad-abjadnya, dari A-Z, rapih.
Begitu tempat-yang-seharusnya-sebagai-row-buku sudah abis kepake sama
buku yang awal,
mulai di"selempit"in ke tempat sela sela antar baris rak buku
itu, sampai akhirnya kombinasi tempat itu habis.
Abis itu, mulai ada dua tumpukan di atas tumpukan buku, yang mulai dijejel-jejel..
Lalu mulai buku-buku yang kecil (yang awalnya sudah tertata rapih) di
keluarkan lalu diganti dengan buku yang besar, buku kecil itu mulai
diselempitin entah gimana caranya..
Nah, mulai menaruh buku di atas rak itu.. Emm, duh, mulai jelek ini bentuknya
rak buku kecilku..
Semakin lama jejelan dan tumpukan itu semakin menggila dan menggunung..
Tebak.
Suatu saat nanti rak buku itu akan rusak, roboh, atau tidak stabil yang
membuat buku-buku di dalamnya keluar semua, berantakan semua.
Pasti ada saatnya...
Ketika semua buku itu tidak muat.
Yes, beli rak baruu! *eh
Langganan:
Postingan (Atom)